MIMPI

Oleh: Hendrawarman Nasution

Dipublikasi di KOMPAS.COM tanggal 16 April 2019

Mencermati perkembangan kontestasi politik di tanah gemah ripah loh jinawi menjadi hal yang semakin menarik. Hari demi hari, gaung perpecahan semakin pekat. Dibanding dengan 93 tahun lalu, ketika Bung Karno melempar gagasan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme, kita meyakini bahwa saat inilah kata “via dolorosa” menemukan momentumnya.

Peradaban kebangsaan kita sedang mengusung kehancuran dan menggali kuburnya sendiri. Pasak pilar-pilar struktur sosial mulai goyah dan merenggang, sistem kekerabatan bergerak menjauh dengan tidak mendengar kata hati selain cost and benefit. Pergeseran platform yang terus berlanjut selama 5 tahun terakhir ini, tidak menyemai satu pun buih kenegarawanan yang tampil untuk merekat retaknya cangkang kebangsaan.

Tentunya kita semua berharap semoga tanggal 17 April mendatang, kita tidak merayakan kemenangan satu kontestan yang ber-selfie sambil meletakkan kakinya di atas kepala kontestan lainnya yang memiliki voter lebih sedikit. Semoga sebelum hari itu tiba, para begawan kebangsaan sudah bermunculan, turun dari menara gadingnya, menjadi penyejuk medan laga. Di sisi lain, kita juga berharap semoga para kontestan menyadari ringkihnya kehidupan kebangsaan ini dan cepat mencopot topeng politisi parsial, mengganti dengan sikap arif bijaksananya seorang negarawan.

Masih berusaha konsentrasi untuk berpikir tapi tak mampu menganalisis fenomena politik yang terjadi, begitu terkejutnya ketika tangan seorang menepuk pundakku.  “Jangan berhenti berpikir, karena dalam pikir itulah ada keberadaanmu,” kata orang itu dengan suara lembut namun penuh kewibawaan. Aku menengok ke arah orang yang menepuk dan bertanya dalam hati, “Siapa dia…?” “Rasanya aku pernah mengenal orang ini,” lanjutku sambil menerka dalam hati.

Ia seperti sosok seorang negarawan masa lalu yang memiliki segudang ide menginspirasi pikiran banyak orang. Bersyukur aku memiliki sebagian besar dan berulang kali membaca buku-bukunya yang selalu padat dengan kesempurnaan retorika dan inspirasi yang meletupkan semangat. Menurutku, ia adalah negarawan berwajah paling tampan yang memiliki sepasang tatapan mata tajam, kejam dan cerdas dengan sisiran rambut bergaya klasik.

Ketika berhasil memastikan identitasnya, aku berkata dalam hati, “masya Allah, tapi….. bagaimana mungkin dia?.” Dengan rasa penasaran yang sangat, kuberanikan diri untuk memastikan siapa dia. “Bapak, mirip sekali dengan…..,” tanyaku tapi terpotong dengan jawabannya yang cepat. “Ya….. aku adalah Sukarno,” katanya memotong keraguanku tapi tetap dengan suara berat dan berwibawa. “Akulah Bung Karno-mu….,” tambahnya. Mendengar  jawabannya, aku seperti mendapat gaung vibrasi yang merambat ke seluruh tubuhku. Aku segera berdiri dan meraih tangan beliau untuk memberi salam dan mencium tangannya sebagai tanda hormatku. Namun lidahku kelu. Otakku tak mampu berpikir dan menyusun kalimat untuk memulai pembicaraan.

Beberapa waktu terakhir, aku memang kerap berpikir tentang artikel beliau yang ditulis pada tahun 1926 di surat kabar Suluh Indonesia Muda tentang “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Dalam tulisannya, Bung Besar ini mengajukan ide agar kelompok-kelompok utama pergerakan segera bersatu dengan menanggalkan segenap perbedaan untuk membangun persamaan. Namun di sisi lain, hingga tulisan legendaris ini berakhir, kita tak menemukan satu formula pun atau kerangka berpikir untuk mencapai ide besar tersebut.

Seolah mengerti dengan sikap serba salahku, dia mulai mencairkan ketegangan. ”Ada apa, dik…?” dia mulai membuka pembicaraan. “Sepertinya pikiranmu amat terbebani masalah yang bukan milikmu,” katanya lagi. Ia melanjutkan, “kegalauan hati dan pikiranmu menjadi getar penghubung yang membangunkan tidur abadiku…” “Ceritakan padaku agar semua galaumu pergi,” katanya sambil menatapku dengan tajam.

Dengan memuji nama Allah, kurapal hamdalah atas pertemuan ini. Hanya dengan ijin-Nya semua ini dapat terjadi. Dengan semangat namun perlahan, kuceritakan kegalauan hati dan pikiranku tentang ancaman perpecahan bangsa dan pudarnya rasa nasionalisme yang dibangun para founding fathers negara ini

Kuceritakan, semua kekacauan yang berawal dari keinginan para politisi untuk membuat pagar presidential threshold sebesar 20% dari jumlah perolehan kursi di DPR-RI. Mereka berdalih bahwa, bila pembatasan ini tidak dilakukan maka pelaksanaan pemilu akan berpotensi menimbulkan kekacauan politik karena setiap partai berhak untuk mengusung calon presidennya. Walau sesungguhnya, rakyat tahu, bahwa semua upaya tersebut bermaksud hanya untuk melindungi dan mempertahankan kekuasaan mereka.

“Syahwat kuasa telah menciptakan intoleransi terhadap partai-partai kecil dengan mengkebiri harsrat untuk mencalonkan pasangan presidennya dan memaksa mereka untuk bergabung dengan partai yang memiliki suara potensial demi melewati batas ambang,” kataku mendudukkan masalah. “Akibatnya,” lanjutku, “kebijakan ini menyebabkan lahirnya dua poros kepentingan yang saling berlawanan dan berhadapan satu sama lain. Ini melahirkan antagonisme akut.” Aku juga menegaskan, “Bahkan… anak-pincut Bung pun menjadi salah seorang pemimpin dan kontributor utama atas fenomena politik yang menyedihkan ini.” “Andai saja anak Bung memerintahkan petugas partainya untuk menerbitkan perpu yang menghapus dan mengganti undang-undang tersebut dengan yang lebih bijak, maka masalah kebangsaan ini sudah selesai,’ jelasku. “Semua ini hanya soal syahwat kekuasaan,” kataku agak bernada tinggi.

Aku Bukan Tuhan

Bung Besar menerima kopi yang kubuatkan. Namun dari mimik mukanya tersirat luka dalam setelah mendengar uraianku. Ia menarik nafas dengan dalam dan dihembuskannya dengan keras. Kemudian katanya memecah hening, “kau tahu, dik…., cerita seperti ini akan terus berulang di setiap ruang dan waktu selama negara itu tidak mempunyai sistem yang kuat dan dicintai semua pihak.” Ia melanjutkan bahwa, “agar dapat dicintai semua pihak, sistem tersebut haruslah berkeadilan.” “Menguntungkan semua komponen dan elemen bangsa,” katanya lagi. Tak mengerti arti ucapannya, aku berusaha menggali lebih dalam lagi. “Apa maksud Bung…?” tanyaku.

Ia mengangkat cangkir kopi dan meneguknya dua kali sebelum menjawab. “Kalau suatu undang-undang dibuat dengan maksud untuk menguntungkan suatu ras, golongan, agama atau semacamnya sementara menindas yang lain, maka undang-undang tersebut akan merasakan bangkitnya penolakan yang berkepanjangan,” katanya. “Yang pertama dan utama dari semua itu adalah seberapa rimbun tumbuh kembangnya pohon kenegarawanan di relung hati dan perilaku para politisinya,” tambahnya. “Coba kau lihat konstitusi kita. Kami tidak pernah menorehkan satu ayat pun untuk maksud-maksud tersembunyi yang menguntungkan suatu golongan, ras, agama, baik mayoritas maupun minoritas…,” katanya terlihat geram. “Itu karena kami memiliki kehendak bersama untuk membentuk suatu negara merdeka yang melindungi segenap tumpah darah Indonesia untuk waktu yang tak berbatas,” jelasnya lebih jauh.

Bung Besar ini memang sudah berbicara soal peredaan ketegangan antara pilar-pilar kekuatan pergerakan kebangsaan Indonesia jauh sebelum kemerdekaan. Kala itu pun bukan masa yang mudah, saling tuding dan curiga antar tiga kekuatan besar Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme terlihat jelas. Bahkan beberapa kali terlibat benturan fisik. Semua itu menggelitik rasa ingin tahuku tentang resep kebangsaan Bung Besar ini.

Seolah mengerti keingintahuanku, ia mengatakan “Dik, aku bukan Tuhan. Aku pun tidak punya resep mujarap yang dapat menyatukan bangsa kita karena tiap generasi mempunyai tuntutannya sendiri-sendiri. Yang aku yakini, bahwa kehendak bersama yang ada di hati setiap anak bangsa itulah perekat utamanya. Perekat ini akan selalu ada dalam diri individu manapun selama harapannya terlindungi dan terpenuhi karena itulah hakekat mahluk sosial. Sebaliknya, penjara dan senjata apapun tidak akan pernah bisa menahan laju perpecahan suatu bangsa yang telah kehilangan kehendak bersama.” Diseruputnya kopi buatanku dan melanjutkan, “Coba kau renungkan Pancasila yang kita miliki. Tak ada satupun negara yang memiliki filosofi seindah itu. Tugas kita adalah bukan untuk menghafal sila-sila tersebut, tapi untuk memikirkan cara terbaik untuk mencapainya sehingga kehendak bersama itu terpelihara”.

Mendengar penjelasan Bung Besar yang sangat sederhana itu, aku hanya tertunduk malu. Merasa benar walau sebenarnya salah besar, seperti mencari kunci yang jatuh di dapur tapi aku mencarinya di di halaman. Namun rasa malu ini tak berlangsung lama karena anakku menarik-narik hidung ku agar bangun dari tidur siang yang aneh itu.

Yang tak kurang anehnya, kutemukan kembali sobekan artikel Bung Besar yang selama ini hilang tercecer dari buku utamanya. Isinya seperti pesan tersendiri dari Bung Besar, sebagai berikut:

Tulisan kita hampir habis.

Dengan djalan jang jauh kurang sempurna, kita mentjoba membuktikan, bahwa faham Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme itu dalam negeri djadjahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain. Dengan djalan jang djauh kurang sempurna kita menundjukkan teladan pemimpin-pemimpin dilain negeri. Tetapi kita jakin, bahwa kita dengan terang-benderang  menundjukkan kemauan kita mendjadi satu. Kita jakin, bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia semuanja insjaf, bahwa Persatuanlah jang  membawa kita kearah ke-Besaran dan ke-Merdekaan. Dan kita jakin pula, bahwa,walaupun fikiran kita itu tidak mentjotjoki semua kemauan dari masing-masing fihak, ia menundjukkan bahwa Persatuan itu bisa tertjapai. Sekarang tinggal menetapkan sahadja organisasinja, bagaimana Persatuan itu bisa berdiri; tinggal mentjari organisatornja sahadja, jang mendjadi Mahatma Persatuan itu. Apakah Ibu-Indonesia, jang mempunjai Putera-putera sebagai Oemar Said Tjokroaminoto, Tjipto Mangunkusumo dan Semaun, -apakah Ibu-Indonesia itu tak mempunjai pula Putera jang bisa mendjadi Kampiun Persatuan itu?

Kita harus bisa menerima; tetapi kita djuga harus bisa memberi. Inilah rahasianya Persatuan itu. Persatuan tak bisa terdjadi, kalau masing-masing fihak tak mau memberi sedikit-sedikit pula.

Dan djikalau kita semua insjaf, bahwa kekuatan hidup itu letaknjatidak dalam menerima, tetapi dalam memberi; djikalau kita semua insjaf, bahwa dalam pertjerai-beraian itu letaknja benih perbudakan kita; djikalau kita semua insjaf, bahwa permusuhan itulah jang mendjadi asal kita punja “via dolorosa”; djikalau kita insjaf, bahwa Roch Rakjat Kita masih penuh kekuatan untuk mendjundjung diri menudju Sinar jang satu jang berada ditengah-tengah kegelapan-gumpita jang mengelilingi kita ini,-maka pastilah Persatuan itu terdjadi, dan pastilah Sinar itu tertjapai djuga.

Sebab Sinar itu dekat!

“Suluh Indonesia Muda”, 1926

 

Posted in Sciense & Technology | Leave a comment

Pemilihan Anggota Komite SDSN Guntur 03 Pagi Periode 2013 – 2016

Pemilihan Komite SDSN Guntur 03 Pagi Periode 2013 – 2016

Posted in Education | Leave a comment

RAMBU BARU PEMBENTUKAN RKAS DI SEKOLAH; lampu kuning bagi yang senang main belakang

RAMBU BARU PEMBENTUKAN RKAS DI SEKOLAH; lampu kuning bagi yang senang main belakang

Posted in Education | Leave a comment

Penggabungan SDSN Guntur 03 Pagi & 04 Menuai Pro Kontra (Artikel 2)

Penggabungan SDSN Guntur 03 dan SDN Guntur 04
Awalnya, kedua sekolah ini merupakan dua sekolah yang masing-masing mempunyai area sendiri-sendiri. Namun dengan adanya pembangunan komplek gedung sekolah pada tahun 1988, maka kedua sekolah ini menempati satu gedung yang sama yang beralamat di Jl. Halimun 2B, kel. Guntur, kec. Setiabudi. SDN Guntur 03 Pagi menempati lantai 1 dan SDN Guntur 04 Pagi menempati lantai 2.

Sebagai sekolah yang baru, pada awalnya kedua sekolah ini mempunyai banyak persamaan. Namun sebagai konsekuensi dari adanya pemisahan manajemen, lambat laun kedua sekolah ini mempunyai akselerasi yang berbeda. Hal ini terlihat dari berbedanya fokus kegiatan belajar mengajar, prestasi akademis maupun non-akademis dan aktifitas ekstrakurikuler. Alhasil, penilaian akreditasi pun menyebabkan perbedaan status kedua sekolah, SDN Guntur 03 Pagi berstatus SSN (Sekolah Standard Nasional) dan SDN Guntur 04 Pagi berstatus Reguler.

Wacana atas rencana penggabungan kedua sekolah sebetulnya sudah ada jauh sebelum terbitnya SK Kadis No. 1349/2012. Namun pembicaraan bersama wali peserta didik dan stakeholder dari kedua sekolah untuk mengantisipasi masalah yang timbul sama sekali tidak pernah dilakukan. Oleh karenanya, perbedaan sikap wali peserta didik tak dapat lagi dibendung ketika mereka dihadapkan pada keharusan pelaksanaan SK Kadis, yaitu penggabungan kedua sekolah.

Pada kenyataannya pendapat wali peserta didik terbagi menjadi dua sisi, yaitu mereka yang pro dan kontra terhadap penggabungan. Pendapat yang pro terhadap penggabungan umumnya berasal dari mereka yang anaknya bersekolah di SDN Guntur 04 yang notabene berstatus Sekolah Reguler. Dengan adanya penggabungan ini, mereka berharap bahwa anak-anak mereka dapat bergabung dengan peserta didik yang berasal dari SDSN Guntur 03 sehingga secara otomatis mereka dapat berpindah ke sekolah yang berstatus SSN. Bagaimanapun untuk mencapai status SSN, suatu sekolah harus melalui status RSSN (Rintisan Sekolah Standar Nasional) lebih dahulu. Dengan kata lain moment ini merupakan kesempatan langka.

Di sisi lain, sikap kontra terhadap kebijakan penggabungan umumnya datang dari wali peserta didik SDSN Guntur 03 Pagi. Satu alasan yang dikemukakan adalah, bahwa penggabungan yang bermuara pada peleburan peserta didik dapat menurunkan minat belajar siswa. Menurut pendukung pendapat ini, adalah kebanggaan tersendiri bagi anak-anak mereka untuk dapat diterima di sekolah berstatus SSN. Untuk dapat diterima di sekolah ini, anak-anak mereka harus belajar lebih keras ketika PPDB untuk memperebutkan jatah kursi yang tersedia. Dengan adanya penggabungan ini maka peserta didik akan merasa bahwa upaya yang selama ini telah dilakukan anak-anak mereka ternyata tidak mendapat apresiasi yang pantas, yaitu dengan peleburan yang membabi buta. Dalam jangka panjang, kenyataan yang demikian akan menyebabkan distrust terhadap sistem pendidikan nasional.

Selain masalah psikologis dan sosial di atas, perbedaan kualitas dan lingkungan pembelajaran juga merupakan kekhawatiran tersendiri. Karena bila siswa kedua sekolah dilebur dalam satu kelas, maka siswa SDSN Guntur 03 Pagi dan SDN Guntur 04 maupun guru harus bersiap melakukan zero start guna mengakomodasi perbedaan. Artinya, siswa SDSN Guntur 03 Pagi harus menurunkan standar untuk memberikan kesempatan teman-teman barunya menyesuaikan diri. Bila tidak, maka siswa dari SDN Guntur 04 harus berusaha beberapa kali lebih keras untuk dapat menyesuaikan diri mengejar ketertinggalannya.

Solusi lain yang mungkin dapat diterapkan adalah dengan melakukan pemisahan kelas berdasarkan asal sekolah. Dengan cara ini, para guru memang lebih mudah dalam melakukan tugasnya di masing-masing kelas. Namun sayangnya, cara ini dapat berakibat timbulnya rasa rendah diri siswa yang bergabung dan yang tidak kalah buruknya juga menyebabkan over-confidence bagi yang lainnya.

Oleh karenanya, suatu alternatif kebijakan terbaik yang saat ini dilakukan adalah dengan stock-out policy, yaitu penghentian penerimaan siswa baru sementara proses belajar mengajar bagi siswa yang sudah ada tetap berjalan. Kebijakan penghentian penerimaan siswa baru SDN Guntur 04 ini mulai diberlakukan sejak 2012 lalu. Dengan kebijakan stock-out ini berarti siswa SDN Guntur 04 akan habis dalam 5 (lima) tahun mendatang. Bila ini yang menjadi solusi alternatif maka itu berarti penghapusan SDN Guntur 04 dan tidak perlu ada penggabungan peserta didik dari dua sekolah tersebut.

Hal ini lebih dimungkinkan ketika kita berpijak pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 105 tahun 2012 tentang Prosedur Penggabungan dan Penutupan Lembaga Pendidikan yang menetapkan bahwa:

Pasal 20
(1)Penggabungan lembaga pendidikan merupakan peleburan atau penggabungan dua atau lebih lembaga pendidikan yang sejenis menjadi satu lembaga pendidikan.
(2)Lembaga pendidikan hasil peleburan atau penggabungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi lembaga pendidikan baru.

Apabila kita cermati, jelas tersurat penggunaan kata A T A U yang memberikan alternatif bahwa penggabungan dapat dilakukan dengan dua opsi, yaitu: peleburan A T A U penggabungan.

Penjelasan di atas mendudukkan kita pada realita bahwa stock-out policy yang dilakukan di SDN Guntur 04 merupakan tindakan PELEBURAN. Bukan penggabungan…!!!

Misinterpretasi Komite Sekolah SDSN Guntur 03 Pagi
Sejauh ini, memang tidak ada satu pihak yang berkompeten menjelaskan duduk masalah penggabungan kedua sekolah. Kekeruhan menjadi semakin tak sedap dengan bercampurnya kepentingan beberapa anggota komite sekolah yang menolak mengakhiri masa jabatan dengan alasan belum tuntasnya pelaksanaan SK Kadis tentang penggabungan sekolah. Bahkan dalam suatu pertemuan wali murid yang sedang mendiskusikan proses awal pembentukan panitia pemilihan komite mendatang, salah seorang oknum komite sekolah berupaya membubarkan dan menyatakan pembatalan rapat tersebut.

Yang menjadi tertawaan banyak kalangan adalah, bahwa SK Kadis (yang notabene jauh lebih rendah dari Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 maupun Kepmendiknas No. 044/U/2002) seolah telah menjustifikasi perilaku ”bak penegak hukum” walau selama tiga tahun masa jabatannya tidak satupun pasal baik dari PP dan Kepmendiknas tersebut yang pernah dilaksanakan.

Adalah fakta, bahwa selama tiga tahun masa jabatan komite sekolah SDSN Guntur 03 Pagi (2009-2012) tidak berupaya untuk memenuhi amanah PP maupun Kepmendiknas. Beberapa contoh kasus yang dapat dikemukakan adalah:

• Sejak awal pembentukannya, komite sekolah secara sadar tidak berupaya membentuk AD/ART yang menjadi tata tertib internal organisasi walau telah diingatkan berulang kali. Satu-satunya AD/ART yang pernah dibuat adalah produk aspal (tanpa rapat pleno, musyawarah atau sejenisnya) yang ditandatangani Kepsek dan Ketua Komite dalam rangka proposal pengajuan dana sosialisasi Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010. Dengan tidak adanya AD/ART komite yang memuat hak dan kewajiban anggota dan pengurus; keuangan; mekanisme kerja dan rapat-rapat; perubahan AD dan ART serta pembubaran organisasi (seperti amanah pasal 3.b. Lampiran II Kepmendiknas No. 044/U/2002), maka peraturan yang berlaku adalah hukum rimba. Padahal salah satu yang membedakan organisasi dengan gerombolan adalah keberadaan AD/ART.

• Dalam hal pemanfaatan dana milik peserta didik, komite sekolah juga sama sekali tidak pernah memberikan laporan dalam bentuk laporan keuangan tahunan. Bila ditanyakan perihal tersebut, dengan ringan dijawab bahwa, ”dana telah habis dan bahkan kurang”. Tidak pernah disadari bahwa laporan keuangan merupakan salah satu tanggungjawab utama komite terhadap warga sekolah. Di sisi lain, warga sekolah mempunyai hak untuk diinformasikan secara jelas dan transparan bagaimana dana mereka dimanfaatkan.

• Kondisi yang semakin parah diperlihatkan ketika komite sekolah selalu bertindak seperti ”kontraktor bangunan”. Berbagai proyek rehabilitasi sarana dan prasarana dilakukan sendiri. Tidak ada yang namanya pembentukan panitia, usulan pemanfaatan dana (RAB), apalagi laporannya. Sebaliknya, hampir tidak ada kegiatan yang mengarah pada peningkatan kualitas peserta didik maupun guru selama tiga tahun terakhir. Ini jelas-jelas mencederai peran dan fungsi komite sekolah seperti amanah Kepmendiknas yaitu sebagai controlling agency – bahkan menimbulkan tanda tanya tersendiri.

• Last but not least adalah dilanggarnya pasal 197 ayat (2), PP 17/2010, mengenai masa jabatan yang per tanggal 18 Desember 2012 telah genap 3 tahun. Ini merupakan pelanggaran puncak yang harus tengarai dapat berakibat terjadinya tindak pidana. Mengapa demikian? Karena pemberlakuan ketentuan masa jabatan rejim akan terhenti/demisioner secara otomatis. Itu juga berarti harus dilakukannya pemilihan ulang komite sekolah periode 2012-2015. Bila tidak dilakukan, hal ini akan mengandung 2 (dua) konsekuensi, yaitu terhambatnya pencairan dana BOS karena legalitas komite telah berakhir demi hukum atau secara sadar dan terorganisir SDSN Guntur 03 Pagi melakukan tindak pidana pemalsuan.

Konsekuensi pertama hanya melanggar PP 17 tahun 2010. Namun konsekuensi kedua akan ditambah pelanggaran KUHP. Karena seperti yang kita ketahui bahwa salah satu persyaratan pencairan dana bos adalah keharusan ditandatanganinya beberapa formulir oleh komite sekolah yang syah, antara lain:
1. Komite Sekolah harus menandatangani Formulir BOS-03: Rencana Penggunaan Dana BOS;
2. Komite Sekolah harus menandatangani Formulir BOS-04: Laporan Penggunaan Dana BOS;
3. Komite Sekolah harus menandatangani Formulir BOS-K1: Rencana Kegiatan Dan Anggaran Sekolah (RKAS) – berdasarkan pos rekening, uraian dan triwulanan; dan
4. Komite Sekolah harus menandatangani Formulir BOS-K7: Realisasi Penggunaan Dana Tiap Jenis Anggaran.

Logika berpikir argumen di atas adalah, bahwa apabila dana BOS dapat dicairkan berarti telah terjadi pemalsuan tanda tangan oleh SDSN Guntur 03 Pagi. Ini berarti seseorang atau sekelompok orang harus bertanggung jawab secara administratif maupun pidana.

Melihat jurang yang menganga di depan, para stakeholder dan pengambil keputusan seharusnya lebih bijaksana dan piawai dalam memperhitungkan peta masalah agar tidak terjerumus untuk kedua kalinya dan tidak mengganggu proses belajar mengajar. Hikmah dari semua ini adalah terang benderangnya sosok yang hanya mementingkan diri sendiri tanpa peduli terhadap peserta didik.

Bersambung …..

Posted in Education | Leave a comment

Penggabungan SDSN Guntur 03 Pagi & 04 Menuai Pro Kontra (Artikel 1)

Bertentangan dengan hasil positif yang banyak dicapai di sekolah-sekolah lain, ternyata SK Kepala Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta No. 1349/2012 tentang Penggabungan Sekolah Dasar Negeri Provinsi DKI Jakarta menyimpan segudang pontensi konflik.

Di SDSN Guntur 03 Pagi Jakarta, contohnya, SK Kadis ini menuai pendapat pro dan kontra. Pasalnya, SK ini (oleh ketua komite periode 2009-2012) dijadikan dasar hukum untuk memperpankang masa jabatan komite yang menurut Peraturan Pemerintah seharusnya berakhir secara otomatis setelah menjabat genap 3 tahun. Dengan berbekal SK Kadis pula, ketua komite menyatakan tidak syah dan meminta dibubarkannya forum rapat wali murid yang bermaksud membentuk panitia pemilihan ketua komite.

Walaupun dari sisi hirarki hukum dan peraturan, tindakan memanfaatan SK Kadis sebagai dasar hukum dapat menjadi bahan tertawaan guyonan banyak orang, tulisan ini bermaksud memperjelas serta mendudukkan masalah penggabungan/regrouping dan pemilihan komite sekolah sebagai dua binatang yang berbeda.

Penggabungan/Regrouping

Secara yuridis, segala hal yang berkenaan dengan masalah penggabungan sekolah di pemprov DKI harus merujuk pada Pergub Prov DKI Jakarta No. 105 Tahun 2012 pasal 1 ayat 41. Peraturan Gubernur ini menyatakan bahwa penggabungan adalah penggabungan satuan pendidikan/ bidang keahlian/ kompetensi keahlian yang diakibatkan tidak terpenuhinya persyaratan penyelenggaraan pendidikan.

Sesuai namanya, penggabungan sekolah adalah suatu upaya pemerintah daerah untuk menciptakan efisiensi manajemen dan perampingan administrasi sekolah. Langkah ini adalah solusi dari inefisiensi yang diakibatkan adanya pemisahan manajemen dan administrasi dua atau beberapa sekolah yang berlokasi dalam satu komplek, bahkan satu atap.

Dari data sekolah dasar yang ada di provinsi DKI, 213 sekolah dasar berada dalam 101 lokasi yang sama. Kondisi ini menyebabkan pemborosan dan tumpang tindihnya berbagai fungsi.

Menjaga kebersihan sekolah, misalnya, adalah satu contoh sederhana dari sekian banyak kesemrawutan yang dapat disebutkan. Dalam komplek yang memiliki dua sekolah atau lebih, petugas kebersihan sekolah bawah (lantai 1) sering dibuat jengkel oleh siswa sekolah yang berada di atas (lantai 2) yang membuang sampah ke bawah. Sementara petugas kebersihan sekolah atas merasa bahwa sampah yang bertebaran bukan bagian dari tanggung jawabnya.

Contoh lain yang lebih kompleks adalah pemanfaatan fasilitas yang sering kali dimonopoli oleh sekolah yang membangun suatu sarana/prasarana sehingga memberikan kesan diskriminatif bagi peserta didik sekolah lain. Pemanfaatan tempat cuci tangan (washtafel) atau mushollah yang dibangun oleh suatu sekolah, misalnya, sering kali dimonopoli oleh warga sekolah tersebut sehingga akan tidak nyaman ketika siswa sekolah lain yang berada dalam satu komplek (lokasi) ingin mempergunakannya. Belum lagi kesan diskriminasi yang timbul karena perbedaan standar kualitas, aktifitas, dll.

Hal-hal seperti ini menciptakan suburnya kecemburuan sosial yang meniup api dalam sekam dan sering menciptakan masalah yang tidak perlu. Tidak perlu disebutkan penghematan yang dapat dilakukan dalam hal belanja pegawai, pembelian inventaris dan media pembelajaran maupun pemeliharaan aset.

Berdasarkan alasan tersebut maka pemerintah daerah melakukan rasionalisasi yang diantaranya adalah dengan penggabungan yaitu pengintegrasian sekolah yang berada dalam satu komplek bangunan di lokasi yang sama menjadi satu sekolah yang dikelola oleh satu manajemen yang profesional melalui reorganisasi dan restrukturisasi menjadi satu sekolah baru.

Di provinsi DKI Jakarta, realisasi penggabungan sekolah didasarkan pada SK Kadis Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No. 1349/2012 tentang penggabungan sekolah dasar negeri. Namun sayangnya, SK Kadis ini tidak diserta pedoman teknis pelaksanaan di lapangan sehingga cenderung ditafsirkan bermacam-macam sesuai kepentingan suatu kelompok.

Bersambung …

Posted in Education | Leave a comment

KONTROVERSI PEMILIHAN KOMITE SEKOLAH SDSN GUNTUR 03 PAGI JAKARTA

Ketika Lord Acton mengatakan bahwa “power tends to corrupt, absolute power absolutely corrupts”, ternyata analisa negarawan ini memang menular ke hampir semua pemegang kekuasaan. Pemegang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Begitupun tingkatnya. Tidak peduli di tingkat pusat, daerah maupun unit, keserakahan ini tetap terjadi. Tulisan ini tidak ingin membicarakan mengenai tingkah laku para pemegang kekuasaan di tingkat nasional ataupun daerah tapi di tingkat satuan sekolah, terutama yang berkenaan dengan organisasi komite sekolah.

Komite sekolah adalah suatu organisasi mandiri yang berlokasi di suatu satuan pendidikan/sekolah. Organisasi ini merupakan pengganti organisasi sebelumnya yang dikenal dengan nama BP3 yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi dan aspirasi saat ini. Sebagai organisasi pengganti, tentu saja ia mempunyai visi, misi dan paradigma yang berbeda dengan organisasi sebelumnya.

Dasar hukum yang menjadi pijakan terbentuknya komite sekolah berawal dengan digulirkannya Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Propenas (Program Pembangunan Nasional). Undang-undang ini mengamanahkan terbentuknya komite sekolah disetiap satuan pendidikan disemua jenjang. Sebagai respon terhadap undang-undang ini, Renstra Depatemen Pendidikan Nasional tahun 2005 – 2009 menetapkan target yang menjadi tonggak kunci keberhasilan pembangunan pendidikan (key milestones), antara lain bahwa:

  1. 50% Dewan Pendidikan telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009;
  2. 50% Komite Sekolah telah berfungsi dengan baik pada tahun 2009, dan
  3. Dewan Pendidikan Nasional telah dibentuk pada tahun 2009.

Amanah inilah yang kemudian dijabarkan dalam Kepmendiknas No. 44/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.

Sejak awal disosialisasikannya pembentukan Komite Sekolah melalui Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 044/U/2002 diperkirakan Komite Sekolah telah terbentuk di hampir lebih 200 ribu satuan pendidikan diseluruh Indonesia mulai jenjang SD/MI sampai jenjang sekolah menengah. Suatu keberhasilan yang patut dibanggakan dari sisi kuantitatif.

Namun sayangnya, secara kualitatif, pembentukan komite sekolah masih belum mampu mewujudkan the dream comes true. Paling tidak, masih banyak pembentukan maupun pelaksanaan komite sekolah yang mengabaikan prinsip-prinsip organisasi komite sekolah seperti yang diamanahkan undang-undang maupun peraturan di bawahnya.

Pembentukan Komite Sekolah di SDSN Guntur 03 Pagi Jakarta

Dalam perjalanan sejarah SDSN Guntur 03, organisasi komite sekolah memang bukan merupakan hal yang baru. Komite sekolah di SDSN ini sudah terbentuk sejak adanya Kepmendiknas No. 44/U/2022. Namun jauh panggang dari api, organisasi komite ini sama sekali tidak memenuhi unsur-unsur organisasi seperti yang diamanahkan Kepmendiknas.

Mulai dari tata cara pembentukannya yang seperti sulap, hampir semua warga sekolah tidak ada yang tahu dari mana asal muasal terpilihnya ketua komite bersama segala perangkatnya. Yang warga selalu tahu adalah, bahwa setiap sumbangan atau kegiatan yang membutuhkan uang selalu mengatasnamakan komite sekolah. Azas kepedulian, kerelaan dan keikhlasan tidak melekat di hati warga sekolah. Empat periode berjalan, hanya satu periode (2009-2012) yang berusaha untuk menjalankan Kepmen No. 44/U/2002. Selebihnya, kepmen dianggap seperti angin lalu dan tidak pernah dijalankan sama sekali.

Lebih satu dekade berlalu. Alhasil, Komite Sekolah generasi pertama, kedua dan ketiga turun dengan diiringi gejolak transisi, tanpa hasil yang jelas serta progres yang diperoleh pun tidak comparable karena aktifitas utama manajemen, yaitu planning (perencanaan), executing (pelaksanaan) dan evaluating (evaluasi) sama sekali tidak pernah dijalankan.

Upaya Pelaksanaan Kepmen No. 44/U/2002

Perubahan suasana yang lebih baik mulai terasa ketika KS SDSN Guntur 03 memasuki periode keempat (2009-2012). Pada awal periode ini, Kepmen No. 44/U/2002 mulai diterapkan, terutama poin VI.2.a.2 (Lampiran II) yang berkenaan dengan mekanisme pembentukan KS. Tahapan-tahapan yang ditentukan, mulai dari

  1. a.     Sosialisasi tentang Komite;
  2. b.     Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
  3. c.     Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;
  4. d.     Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;
  5. e.     Menyusun nama-nama anggota terpilih;
  6. f.      Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;
  7. g.     Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada kepala satuan pendidikan:

Paling tidak, panitia persiapan pemilihan (KPU-Komite Pemilihan Umum) ketua KS telah mampu menghadirkan beberapa sosok kandidat yang mempunyai rekam jejak yang baik serta mendapat dukungan warga sekolah.

Adanya KPU yang terdiri dari berbagai unsur dan menerapkan mekanisme pemilihan sesuai Kepmen terbukti mampu meredam gejolak yang terjadi pada masa transisi. Salah satu isyu yang ada pada waktu itu adalah, bahwa ketua KS terlalu berkuasa dan sering tidak mendengar/menutup saluran aspirasi tingkat bawah. Kendati hubungan KS dengan pihak sekolah berjalan mulus tapi tersendatnya saluran aspirasi telah menyebabkan rasa kecewa yang berakhir dengan adanya gelombang penolakan calon incumbent.

Namun selamat dari gejolak masa transisi memang tidak lantas membuat KS periode keempat dapat dikatakan berhasil. Terpilihnya ketua KS dengan baik dan benar sesuai Kepmen No 44/U/2002 adalah satu hal. Di sisi lain, mengisi kepercayaan yang diberikan warga sekolah sehingga membawa safaat bagi khalayak adalah hal yang tidak mudah. Niat baik harus dilakukan dengan tindakan yang baik pula. Bila tidak, hasil yang akan dicapai menjadi tidak jelas karena kehilangan orientasi.

Disorientasi organisasi diawali dengan adanya pengabaian amanah Kepmen dalam hal pembentukan AD/ART KS. Padahal, amanah ini adalah hal pertama yang harus dijalankan KS sesaat setelah ia disyahkan berdasarkan surat keputusan kepsek. Kepmen  No. 44/U/2002 mensyaratkan dimilikinya AD/ART oleh suatu organisasi dengan pertimbangan bahwa seluruh elemen organisasi akan mengetahui hak dan kewajibannya. Sehingga bila terjadi ketidaksesuaian maka semua unsur harus melihat kedalam AD/ART sebagai aturan yang disepakati. Dapat dibayangkan betapa kacaunya organisasi yang mengatasnamakan masyarakat tidak mempunyai aturan.

Tidak adanya pengaturan mekanisme rapat, pengambilan keputusan, pengelolaan keuangan, tata cara pelaporan, dll., telah menyebabkan distrust yang besar pada para pendukung KS periode ini. Hampir semua keputusan penting kembali hanya menjadi milik ketua KS. Sementara, tampak nyata adanya pembiaran oleh sekolah yang menikmati status quo dari situasi ini.

Disorientasi organisasi di atas kemudian diperparah dengan minimnya management skills KS periode ini. Visi, misi serta target yang diucapkan KS pada masa kampanye ternyata tidak mapu dijabarkan kedalam perencanaan pelaksanaan apalagi evaluasi. Inilah yang harus dirasakan warga selama tiga tahun kepengurusan KS. Organisasi bergerak seperti zombie yang berjalan tanpa arah. Dari hari ke hari tujuannya hanya mencari darah segar guna menyambung hidup.

Bagi suatu organisasi, anggota-anggotannya berharap untuk dapat mencapai tujuan bersama. Dalam hal KS, tujuan utama anggotanya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tempat anaknya belajar. Sesuai dengan peran dan fungsi yang ditetapkan dalam Kepmen – Advisory, Supporting, Controlling Agency dan Mediator, KS diharuskan mempunyai program kerja tertulis, paling tidak jangka pendek. Ketika suatu organisasi tidak mempunyai dan mengetahui target yang harus dicapai, kapan, siapa dan bagaimana melakukannya maka ia hanya menjadi official stamper bagi sekolah. Kalau kita masukan rumus indikator keberhasilan pelaksanaan terhadap rencana:

Kemampuan Pelaksanaan = 1 – |(Perencanaan – Pelaksanaan) / Perencanaan|

Dengan memakai indikator diatas, kita melihat fakta nyata bahwa pelaksanaan yang tidak didahului dengan rencana maka akan ketidakjelasan hasil. Deviasi sama sekali tidak terbaca.

Peristiwa di atas hanya sekelumit dari berbagai pengabaian peraturan yang ada. Penguatan dan pemberdayaan KS di SDSN Guntur 03 merupakan kepentingan mendesak guna peningkatan mutu pendidikan. Bagaimana KS menjadi partner sekolah ketika ia tidak mampu mengurus dirinya sendiri.

Dillema Masa Kanibal dan Reformasi

Pilihan ke masa kanibal atau meneruskan reformasi memang kembali harus dilakukan ketika KS periode keempat berakhir di bulan November 2012. Kembali kemasa kanibal berarti membiarkan dimana orang yang kuat menjadi raja. Ketika raja tersebut bermesraan dengan raja negara tetangga, maka yang dirugikan adalah rakyat karena subjektifitas pertimbangan pro-kepentingan khalayak menjadi tertutup. Begitupun ketika raja tersebut sudah tidak lagi bermersaan/bersinggungan dengan raja negara tetangga, maka sekali lagi rakyat pun akan dirugikan karena situasi chaos. Pemilihan yang dilakukan dengan berkedok pengajuan calon anggota KS melalui perwalian jelas-jelas melanggar Kepmen bahkan menghianati pasal 197 ayat (6) PP No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan.

Manakala melanjutkan reformasi menjadi pilihan maka ia akan menuntut konsistensi sikap transparan, akuntabel dan demokratis. Itu berarti kejujuran, ketidakserakahan dan saling menghormati merasuk di dalam darah para pengambil keputusan. Tanpa jiwa demikian mereka hanyalah seonggok makhluk corrupt seperti yang disebut Lord Acton pada pembuka tulisan ini. Mereka hanya menghinakan diri sendiri dan harusnya merasa malu menginjakkan kaki di area pendidikan.

Posted in Education | Leave a comment

STANDAR GANDA DALAM DEMOKRASI INGGRIS

Saat ini, dunia akan mencatat peristiwa ini sebagai kemunafikan negara yang dipimpin David Cammeron. Ini adalah standar ganda yang selalu dikatakan oleh negara-negara yang menyebut dirinya sebagai pemimoin demokrasi dunia. Sejak perjanjian Postdam (1945), Inggris telah menanam benih anarki di dunia dan juga di Timur Tengah dengan ‘merampas’ secara sepihak tanah bangsa Palestina dan mendirikan negara Israel. Begitupun dalam setiap proses penyelesaian masalah-masalah di TT, tampak jelas negara ini tidak berkehendak untuk menyelesaikannya. Bahkan, keberpihakan dipertontonkan secara vulgar. Semakin nyata lagi dengan adanya penyerangan terhadap Afghanistan, Irak dan lain-lain.

Inilah watak buruk negara Inggris yang rakyatnya kita cintai. Dalam jargon politik internasional, sikap politik negara Inggris memang selalu dikenal dengan Anjing Penjaga Amerika. Dikatakan demikian karena negara ini selalu membela kepentingan Amerika.

Persis seperti reaksi saat ini, Inggris membekukan keanggotaan parlemen Nazir Ahmed yang ‘MENIRU’ George Bush dengan mengumumkan hadiah bagi tertangkapnya seseorang. Apabila Bush dapat melakukan hal tersebut mengapa Ahmed tidak boleh? Setelah peristiwa WTC (11 September) yang nota bene kebodohan pihak intelejen Amerika, Bush mengumumkan Obama bersalah tanpa proses apapun. Membabi buta membunuh di Afghanistan, Irak dan Pakistan tanpa pandang bulu. Inikah pelajaran/preseden demokrasi yang diterapkan oleh negara-negara pemimpin demokrasi? Bila ya, mengapa negara demokrasi seperti Inggris menjadi kebakaran jenggot dan tidak equal dalam memperlakukan hak seseorang? Bukankah ini suatu bukti bahwa Inggris memang ANJING PENJAGA AMERIKA SELAMANYA…

Posted in Politics | Leave a comment

Oh My GOD..!! Istri Simpanan, Sex, Dendam, Golok dan Premanisme

Mungkin, menurut penulis buku LKS PLBJ kelas 1 terbitan CV Alam Sakti Persada, ini adalah potret keseharian di lingkungan Betawi. Namun berbicara soal pendidikan adalah soal yang berbeda. Apalagi dengan muatan pembangunan karakter bangsa yang sedang giat-giatnya dilakukan, penulisan realita di atas tampaknya begitu seronok

Kalau sudah begini siapa yang bertanggung jawab? Sudah dapat dipastikan tidak akan ada satu batang hidung pun yang mau acugkan jari. Adakah filter yang menjadi pusat sensor buku-buku yang masuk sekolah?

Di bawah ini adalah contoh cerita yang dikutip dari halaman 88-91 buku PLBJ tersebut. Bagaimana komentar Anda..??

“Pada zaman dahulu terdapat sebuah pelabuhan di Batavia. Pelabuhan tersebut bernama pasar ikan. Daerah tersebut sangat ramai. Banyak kapal yang berlabuh di sana dari berbagai penjuru dunia.

Di pasar ikan, hiduplah seorang pemuda bernama Angkri. Angkri adalah pemimpin dari kelompok pemuda di daerah tersebut. Angkri adalah anak yang kaya dari peninggalan orang tuanya yang kaya. Di antara temannya, ada yang bernama Bay dan Midun. Mereka sering mengganggu penduduk dan memeras pedagang di sana.

Angkri selalu berpakaian hitam serta ikat kepala hitam dan di pinggang Angkri terselip golok. Kelompok Angkri ditakuti penduduk.

Angkri anak tunggal. Orang tua Angkri sangat kaya. Banyak harta warisan yang ditinggalkan sejak kedua orang tuanya meninggal. Suatu hari, Angkri melihat sawahnya yang luas menjelang panen. Karena takut nanti panennya dicuri, Angkri meminta tolong Bek Asan untuk menjadi pengawas dalam menjaga panen di sawahnya. Tetapi, Bek Asan menolak karena sudah banyak wilayah kekuasaannya.

Angkri tersinggung dengan penolakan Bek Asan, lalu Angkri bergegas meninggalkan Bek Asan menuju rumah Tabrani. Angkri kembali meminta Tabrani untuk menjadi bek. Tugasnya menjaga sawah dari pencuri dan rampok hasil panen.

Rupanya, Angkri masih menaruh dendam atas penolakan Bek Asan. Lalu, Angkri pergi ke rumah Bendot, temannya berjudi. Kali ini, Angkri berniat jahat. Dia ingin membunuh Bek Asan lewat perantara Bendot.

Bendot menyetujui permintaan Angkri, dengan persyaratan bayaran satu ekor kerbau. Angkri pun bersedia membayar. 

Bendot lebih licik. Sebagian uang bayarannya digunakan untuk membayar orang suruhan lagi, yaitu Anit dan Kusen, dan sebagian lagi untuk berjudi.

Anit dan Kusen setuju tawaran Bendot untuk membunuh Bek Asan. Keduanya segera pergi mencari Bek Asan.

Setibanya di rumah Bek Asan, Anit dan Kusen dicegat Mandor Tabah. Terjadi cek-cok mulut antara Anit dan Kusen dengan Mandor Tabah. Karena tidak ada yang mengalah, mereka bertiga berkelahi.

Anit dan Kusen berhasil dilumpuhkan Mandor Tabah dengan sabetan golok dan berhasil menangkap keduanya. Saat itu, Bek Asan keluar rumah. Didapatinya Anit dan Kusen yang terkulai berlumuran darah, lalu dibawa Bek Asan ke gurunya. Di sana mereka berdua disidang. Anit dan Kusen mengaku niatnya untuk membunuh Bek Asan atas suruhan Bendot.

Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mencari Bendot dan membawanya. Tak lama kemudian, Bendot digelandang ke rumah Bek Asan. Di sana Bendot ditemukan dengan Anit dan Kusen.

Sambil minta maaf, Bendot mengaku bahwa keinginannya atas permintaan Angkri. Guru Bek Asan memerintahkan anak buahnya untuk mengelabui Angkri yang suka berjudi dan pemabuk. Angkri dipancing dengan perempuan cantik yang berpura-pura mencuci di sungai dekat sawah dan rumah Angkri.

Benar juga. Angkri melihat gadis itu tertarik, lalu mendekati dan merayunya. Si gadis mengajak Angkri main ke rumahnya. Angkri mengikuti ajakan gadis itu. Tanpa disadari, di tengah jalan, Angkri dicegat rombongannya Bek Asan dan Mandor Tabah. Angkri dipertemukan suruhannya, Anit, Kusen, dan Bendot.

Angkri terkejut melihat ketiga suruhannya kalah. Tanpa banyak tanya lagi, Bek Asan menyuruh Mandor Tabah menghadapi Angkri. Angkri meminta maaf, dan siap menerima hukuman apa saja yang akan diberikan padanya. Bek Asan membawa Angkri, Anit, Kusen, dan Bendot ke kantor polisi untuk meminta pengadilan atas perbuatan mereka berempat.”

Posted in Education | Leave a comment

HATI-HATI..!!! PENDUKUNG MAFIA NARKOBA MENGATASNAMAKAN HUKUM & HAM

Masih ingat film The Untouchable? Film yang bercerita tentang tokoh Elliot Ness, yang diperankan oleh Kevin Costner, yang tengah berjuang mengikis para gembong mafia di Amerika Serikat.

Dalam film tersebut diceritakan betapa sulitnya memberantas mafia di negara pemimpin demokrasi dunia ini. Kita tahu bagaimana para bos mafia menggunakan pengacara “abu-abu” yang suka berselingkuh dalam segala hal guna membela kepentingan klien mereka serta justru menggunakan jalur hukum sebagai tameng.

Cara Mr. Ness mengatasi salah adab ini adalah dengan mendobrak semua rintangan internal seperti yang datang dari teman-teman di institusi penegak hukum maupun rintangan yang datang dari luar. Pendeknya ia telah memperhitungkan bahwa untuk menyebrangi samudra ia harus berani menentang badai. Akhirnya, cara yang ditempuh Mr. Ness membuahkan penangkapan Al Capone yang merupakan gembong mafia terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat.

Bagaimana dengan wamen kumham Mr. Deni Indrayana “Ness” yang bersama dengan Badan Narkotika Nasional berupaya untuk memperbaiki kinerja LP di negara tercinta ini namun tengah dihadang oleh kerikil internalnya, yaitu kasus penamparan sipir LP Pekanbaru. Kasusnya semakin melebar dengan koarnya politikus kerdil yang hanya memikirkan diri, golongan dan partainya sendiri guna meraup untung dari penamparan sipir yang terbukti lalai dalam tugas dengan terkuaknya tiga orang napi yang positif mengkonsumsi narkoba. Petugas ‘baik’ macam apa yang tidak mengetahui adanya konsumsi obat terlarang di dalam LP..?

Sipir-sipir seperti inilah yang sedang dibela oleh para perusak hukum yang berdalih penegakan hukum di negara kita. Bukankah Kalapas, yang melayangkan surat protes, seharusnya langsung dikenakan sanksi karena ia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas adanya pemakaian narkoba di LP tersebut..? Tapi kenapa malah ia yang paling kuat teriaknya..? Tidak ada perlunya membentuk TPF selain dengan maksud membela moralitas bejad pejabat…

Hanya dalam hal ini…MARI kita tinggalkan perbedaan dalam partai, agama, atau apapun untuk mendukung penegakan dan pembersihan sampah masyarakat ini… MARI kita tentang para pendukung narkoba, koruptor dan benalu yang hidup baik di dalam lingkungan keluarga, masyarakat, PNS, POLRI, TNI… MARI tentukan sikap… atau gadaikan saja negara pada bangsa yang lebih maju dari pada rusak oleh bangsa sendiri…

Posted in Politics | Leave a comment

DASAR HUKUM KOMITE SEKOLAH

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL   Menimbang : a.   bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi … Continue reading

More Galleries | 4 Comments